Di Indonesia, untuk penetapan Ramadhan, lebaran idul fitri dan idul adha, selalu merujuk pada sidang isbat yang berakhir dengan keputusan menteri agama tentang penetapan ketiga hari penting itu. Sepengetahuan penulis sudah hampir 35 tahun persoalan penetapan hari suci umat islam itu berakhir disidang isbat, celakanya sudah 35 tahun itu pula pemerintah sama sekali tidak memiliki pedoman atau pegangan, penentuan ketiga hari suci itu. utamanya ramadhan dan 1 syawal, pemerintah selalu merujuk pada suara mayoritas dari organisasi keagamaan yang menghadiri sidang isbad, maka sudah bisa diprediksi organisasi keagamaan yang mewakili suara minoritas akan berseberangan dengan keputusan pemerintah, akibatnya dimasyarakat terjadi dualisme dalam menyambut ramadhan dan idul fitri.
Mengapa terjadi perbedaan,
padahal pemerintah memiliki kewenangan dalam menciptakan kehidupan keagamaan yang kondusif dan ini dijamin dalam konstitusi (UUD 1945 pasal 29) selama ini pemerintah selalu beralasan " tidak memiliki kewenangan " maka selama argumen ini yang menjadi pegangan pemerintah, maka selama itu pula akan selalu terjadi perbedaan dalam melaksanakan ramdhan ataupun idul fitri. Mengapa jika pemerintah Malaysia, Brunei ataupun Arab Saudi tidak pernah ada persoalan dalam penetapan ramadhan dan lebaran, sehingga dimasyarakat tidak terjadi perbedaan, tapi di Indonesia pemerintah beralasan selalu tidak memiliki kewenangan, ataukah pemerintah selalu ingin melihat perpecahan terus menerus dimasyarakat untuk persoalan yang klasik ini.
padahal pemerintah memiliki kewenangan dalam menciptakan kehidupan keagamaan yang kondusif dan ini dijamin dalam konstitusi (UUD 1945 pasal 29) selama ini pemerintah selalu beralasan " tidak memiliki kewenangan " maka selama argumen ini yang menjadi pegangan pemerintah, maka selama itu pula akan selalu terjadi perbedaan dalam melaksanakan ramdhan ataupun idul fitri. Mengapa jika pemerintah Malaysia, Brunei ataupun Arab Saudi tidak pernah ada persoalan dalam penetapan ramadhan dan lebaran, sehingga dimasyarakat tidak terjadi perbedaan, tapi di Indonesia pemerintah beralasan selalu tidak memiliki kewenangan, ataukah pemerintah selalu ingin melihat perpecahan terus menerus dimasyarakat untuk persoalan yang klasik ini.
Dari hasil sidang isbat yang dilaksanakan oleh kementerian agama tanggal 29 Agustus 2011, ada beberapa catatan yang barangkali menjadi koreksi dan sekaligus beberapa catatan yang perlu ditindak lanjuti .
- Pada saat menteri agama menetapkan 1 syawal jatuh pada 31 Agustus 2011, hampir semua yang hadir bertepuk tangan, seolah-olah seperti menyambut kemenangan dari sebuah pertempuran, ini karena pendapat mereka diadopsi oleh pemerintah, padahal boleh dibilang yang hadir pada saat itu hampir semuanya bergelar ULAMA, tidak adakah dalam hati para ulama itu untuk beristighfar, barangkali saja pendapat mereka salah, bukankan mereka sering bilang dimasyarakat " Kebenaran itu hanyalah milik Allah swt, sedangkan manusia hanyalah tempatnya salah ". seperti ada kesan bangga pendapat mereka diadopsi oleh pemerintah. wallahualam bisawaf
- Seperti tahun-tahun sebelumnya keputusan pemerintah dalam sidang isbat selalu merujuk pada suara mayoritas, ini karena pemerintah sendiri tidak memiliki pedoman atau aturan, akibatnya tidak sedikit masyarakat yang menganggap angin lalu keputusan pemerintah itu. kalau sudah seperti ini untuk apa pemerintah mengadakan sidang isbat yang mungkin menghabiskan waktu dan biaya, maksud sidang isbat, pemerintah ingin menyamakan persepsi dari pendapat yang berbeda-beda sehingga tidak terjadi lagi perbedaan, tapi nyatanya pemerintah yang tidak memiliki pegangan hanya merujuk pendapat mayoritas dari organisasi keagamaan yang hadir. Bagi organisasi keagamaan yang pendapatnya berseberangan dengan pendapat mayoritas, pada akhirnya mereka akan tetap pada keputusannya, bersebarangan dengan pendapat mayoritas atau keputusan pemerintah. Jika kondisi memang seperti ini, sepertinya tidak ada gunanya pemerintah setiap tahun menggelar sidang isbat, serahkan saja keputusan penetapan ramadhan atau 1 syawal kepada pendapat masing-masing organisasi keagamaan, toch pemerintah katanya tidak memiliki kewenangan mengatur apalagi memaksa keputusannya. Biar saja dari tahu ketahun masyarakat dihadapkan terus pada perbedaan dalam merayakan ramadhan atau lebaran, karena maunya pemerintah memang seperti ini. pemerintah melalui kementerian agama selalu punya alasan " perbedaan dalam islam merupakan rahmat " dan tidak pernah berpikir jika gesekan yang terjadi dimasyarakat itu karena berawal dari adanya perbedaan.
- Mungkin yang perlu mendesak ditindak lanjuti oleh pemerintah, adalah sudah saatnya pemerintah memiliki aturan atau pedoman dalam penentuan ketiga hari suci umat islam itu. Pemerintah memiliki kelengkapan untuk itu, mulai dari SDM yang memiliki kemampuan dalam dunia astronomi, juga taknologi kedirgantaraan, hasilnya barulah dikomunikasikan dengan elemen masyarakat yang ada. Jadi disini pemerintah sendiri punya pedoman atau pegangan, bukan hanya merujuk pendapat mayoritas.
Semogaaaaaaaaaaaaaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komen nya...